
BADAI TELAH BERLALU (7)
Satu minggu sebelum lamaran, aku sibuk mempersiapkan apa saja yang harus diserahkan saat seserahan. Bagi orang Jawa, seserahan banyak mengandung simbol-simbol yang aku sendiri sebenarnya kurang tahu. Setelah konsultasi dengan teman-teman Wong Kendal yang berada di Yogya, maka barang saat penyerahan: seperangkat alat sholat dan Al Quran, cincin pernikahan, set perhiasan, busana wanita, pakaian dalam, makeup dan skincare, peralatan mandi, alas kaki, tas, daun sirih atau suruh ayu , makanan tradisional dan buah-buahan.
Hari lamaran sekaligus seserahan datang sesuai janjinya. Cuaca sangat bersahabat, mentari memberi rasa hangat, langit biru menampakan warna aslinya, awan pergi berjalan-jalan ke tempat lain. Aku berpakaian sangat formal, pakai jas, pakai peci, didampingi Simbok dan beberapa teman-teman yang membawa seserahan ke rumah Ibu Sri. Di rumahnya selain Ibu Sri juga adiknya Ibu Sri, Bapak Sutrisno yang akan jadi wali Putri .
“Bapak Sutrisno, saya Arjuno melamar Putriningsih untuk menjadi istri saya.”
“Ya, sebelum saya menjawab saya akan tanya dulu sama Putri apakah mau menerima lamaran Nak Arjuno .”
“Putri …, apakah bersedia menerima lamaran Arjuno.”
“Bersedia.” Jawab Putri dengan suara sangat jelas dan tegas.
“Nak Arjuno sudah dengar sendiri, bahwa Putri dengan mantap menerima lamaran Nak Arjuno. Tinggal kita bicarakan kapan nikahnya.”
Acara pernikahan akan dilakukan tiga bulan lagi yang hari dan tanggal akan dicari dulu berdasarkan perhitungan adat Jawa.
“Cling….”
Aku lihat pesan di SMS, tapi dari nomor yang tidak aku ketahui.
“Juno, selamat ya… sudah melamar Putri, ditunggu hari pernikahannya. Doaku menyertai kalian berdua.”
Sungguh aneh memberi ucapan selamat tetapi tidak mau diketahui namanya. Lebih aneh lagi ketika aku hubungi via telpon untuk mengucapkan terima kasih sekaligus untuk mengetahui siapa yang menelpon ternyata nomor telponnya tidak dikenal.
Tiga bulan berikutnya acara pernikahan. Acara dilakukan sederhana di rumah Ibu Sri. Hanya sekitar 50 undangan, sebagian besar dari keluarga Putri . Aku hanya minta 10 undangan untuk beberapa temanku.
Hari yang aku tunggu datang juga. Ijab qobul dilaksanakan pagi dan siangnya dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Kali ini, ijab qobul berjalan lancar, sekali langsung dinyatakan syah oleh saksi. Banyak teman-temanku yang memberi selamat via SMS. Namun, kembali aku menerima dari seseorang yang tidak aku kenal.
“Juno, selamat ya…., ijab qobulnya lancar, semoga engkau bahagia bersama Putri. Doaku menyertai kalian berdua.”
Kembali, aku hubungi via telpon untuk mengucapkan terima kasih. Ternyata seperti kejadian yang pertama, dari telpon yang tidak dikenal. Untuk kedua kalinya SMS ucapan selamat itu tidak aku sampaikan ke Putri. Aku ingin memastikan apakah ucapan itu akan berlanjut terus.
Bulan madu pertama aku pilih hotel yang paling dekat, sebuah Resort Spa yang tidak jauh dari Hutan Wisata Pinus Kaliurang yang mempunyai pemandangan alam sangat indah dan hawa sejuk khas pegunungan dirasakan meskipun sedang berada di dalam kamar. Di depan kamar ditata taman yang cukup apik.
“Juno, selamat berbulan madu. Putri sangat mencintaimu, jangan kecewakan dia. Salam untuk Putri .”
Tiba-tiba bayangan Dewi merasuk dalam jiwaku yang membuyarkan malam pertama, aku gagal melaksanakan kewajibanku sebagai seorang suami.
“Putri, Ma’afkan Mas Juno. Entah mengapa bayangan Dewi masuk dalam jiwa Mas Juno.”
“Mas Juno, Putri akan sabar menunggunya.”
Kembali, aku menerima SMS yang dari nadanya dapat dipastikan orangnya sama, bahkan aku menduga Dewi yang kirim SMS. Ketika ketiga pesan singkat aku tunjukkan kepada Putri. Apakah pemberi ucapan selamat hanya sekedar iseng? Untuk apa?
“Kalau lihat nada ucapannya sepertinya seorang perempuan, laki-laki jarang melakukan yang demikian. Jika dugaan ini benar, maka hanya ada dua perempuan yaitu Desy dan Dewi. Kalau Desy rasanya tidak. Desy memanggilku dengan sebutan Mas Juno, bukan Juno. Jadi satu-satunya kemungkinan adalah Dewi. Ya…Dewi memberikan suatu ucapan selamat, tetapi dibalik itu sepertinya secara tersirat ingin ditemukan keberadaannya. Bagaimana menurut Putri?”
“Ya… betul Mas Juno, sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada Mbak Dewi.”
“Iya…, Putri. Seandainya kita mencarinya, darimana harus dimulai, lagi pula nomor HP selalu berubah.
“Mas Juno, mungkin kita bisa kerjasama dengan pengelola telpon selluler, mereka akan tahu dari mana telpon berasal, atau lebih bagus lagi bisa minta tolong kepada polisi.”
“Putri, engkau memang cerdas. Mas Juno akan lapor kepada polisi saja, dalam beberapa hari pasti akan diketahui keberadaan orang yang mengirim pesan.”
“Bapak Polisi, saya mau lapor ada beberapa SMS yang tidak dikenal, saya tidak tahu siapa orangnya, tapi sepertinya sesuatu yang tidak diinginkan terjadi padanya.” Ini SMS nya.
Dalam dua hari, kepolisian telah memberitahu keberadaan orang yang mengirim SMS. Benar dugaanku, pengirimnya Dewi yang sekarang berada di salah satu rumah sakit di Semarang. Informasi tambahan, Dewi sudah cukup lama berbaring di rumah sakit.
Bergegas, Honda Civic aku pacu menuju Semarang.
“Mas jangan terlalu cepat, hati-hati yang penting selamat.”
Beberapa ruas jalan tol yang sudah selesai membantu kelancaran perjalanan. Sekitar 2 jam dan 15 menit sampai rumah sakit Semarang. Setengah berlari kami mencari kamar anggrek tempat Dewi di rawat. Di depan kamar terlihat ayah dan ibu Dewi menunggunya. Aku cium tangan ayah dan ibu Dewi, walau bagaimanapun beliau adalah pernah menjadi bapak dan ibu mertua.
“Putri, beliau berdua orangtua Dewi.” Putri mencium kedua tangan ayah dan ibu Dewi.
“Masuk saja, tadi Dewi masih tidur, mungkin sekarang sudah bangun.” Kata ayah Dewi.
Berdua, kami masuk secara perlahan. Dewi masih memejamkan matanya. Badannya kurus, aku tatap matanya, aku pegang tangannya. Dewi membuka matanya menatapku, matanya berbinar ketika dapat mengenaliku. Dipegangnya tanganku dengan erat, ditempelkan di dadanya.
“Juno…?”
“Ya…., Dewi, aku Juno bersama Putri .”
“Oh…, ini Putri ya….”
“Ya…, Mbak, saya Putri.”
“Putri, berbahagialah bersama Juno, ia orang baik.”
“Juno…, terima kasih telah menjengukku. Ma’afkan Dewi yang telah menyakiti hati Juno, ternyata pilihan Dewi salah. Tapi ya…, itu sudah takdir. Pandu ternyata bukan suami yang baik, bahkan dia meragukan Topan itu anaknya. Sungguh menyakitkan, Dewi akhirnya minta cerai.”
Aku usap air matanya yang mengalir di pipinya, suaranya semakin pelan hampir tidak terdengar. Aku mengetahui ucapannya dengan melihat mimik bibirnya.
“Juno…., aku mencintaimu, tapi takdir tidak menghendakinya.”
Putri yang ikut mendengarkan larut dalam kesedihan, air matanya keluar.
“Juno…, Juno…, aku merasa kedinginan, maukah engkau memelukku?”
Aku peluk Dewi, tangannya merangkulku, matanya tertutup, wajahnya tersenyum.
“Terima kasih Juno…” Suaranya demikian pelan.
Aku tatap wajahnya, aku bisikan ditelingannya kalimat tauhid , Lā ilāha illallāh, Lā ilāha illallāh, Lā ilāha illallāh. Sepertinya, Dewi mendengar dan menirukannya, detak jantungnya pun berhenti.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Selamat jalan Dewi, selamat jalan kasih, semoga ibadahmu di terima Allah SWT dan dosa-dosamu di ampuniNya. Doaku menyertaimu.“
Air mataku mengalir tanpa bisa aku cegah. Putri memelukku, ikut larut dalam kesedihan, matanya juga dipenuhi air mata. Putri sangat mengerti kejiwaanku, bahwa aku masih mencintainya.
Cukup lama jiwaku ikut terbang bersama Dewi. Ternyata benar Dewi mencintaiku, kematiannya dalam pelukanku sangat membekas bagiku. Putri pun sangat sabar menunggu jiwaku memeluknya.
————–
Putaran film di kepalaku dalam rentang waktu cukup lama masih demikian jelas. Beberapa kali badai menghantamku dengan tidak mengenal kasih, ketika di SMA, ketika Dewi minta pisah, ketika kuliah di UGM dan badai terbesar ketika Dewi meninggal. Namun aku juga sangat bersyukur, selalu ada malaikat yang menyelamatkanku.
Aku coba realitis, dihadapanku ada Putri yang telah menyerahkan jiwa dan raga dengan penuh keikhlasan. Kerinduan menjemputku secara tiba-tiba. Acara di Semarang, pertemuan sesama pengusaha mebel yang akan dilakukan pada malam ini aku batalkan. Aku keluarkan HP.
“Putri, Mas Juno rindu sekali. Mas Juno sampai di Yogya kira-kira jam sembilan malam.”
“Iya Mas, Putri juga rindu sama Mas Juno, hati-hati di jalan.”
Mentari yang sedang menuju peraduan tidak menghalangi tekadku untuk sampai di Yogya malam itu juga. Nissan Juke aku arahkan menuju Yogya.
“Bagaimana Mas, reuninya? Ramai?”
“Ya…, ramai lah.”
“Cerita ya….”
“Ya…., cerita nanti saja. Mas Juno rindu sama Putri .”
Sepertinya, Putri sangat mengerti apa yang ada di pikiranku. Kamar tidur telah ditaburi dengan bunga melati, aroma yang sangat aku sukai. Putri memakai baju tidur pengantin, baju tidur tipis dari sutera yang tembus pandang.
Malam itu, menjadi malam yang paling indah dalam hidupku, jauh lebih indah dari malam- malam sebelumnya. Aku buka jendela, semilir angin berebut dengan sinar bulan dan bintang memasuki kamar. Hujan kremun masih setia membasahi bumi dengan sabar. Sepasang kunang-kunang menengok sebentar ke jendela kemudian melanjutkan terbang memilih menerangi kegelapan malam. Jangkerik, kodok, burung hantu dan binatang malam lainnya berdendang dengan riangnya. Mereka semuanya bergembira ingin menyaksikan suatu pertunjukkan yang sebenarnya mereka sendiri tidak tahu.
Krik… krik… krik…,
Wrebekk – wrebekk –wrebekk,
Kung kong – kung kong – kung kong,
Huuuhk…, huuuhk…, huuuhk…,
Sepasang cicak berlarian di dinding, cicak yang besar mengejar cicak yang lebih kecil. Cicak yang lebih kecil memperlambat larinya, sengaja untuk ditangkap oleh cicak yang lebih besar. Digigitnya leher cicak yang lebih kecil, setelah itu, kedua matanya melotot melihatku dan Putri tanpa berkedip, entah apa maksudnya.
Separoh hatiku yang ikut terbang bersama Dewi aku ambil kembali dan akan kuserahkan kepada Putri sepenuhnya. Aku tatap matanya, hatiku bergetar cukup lama, jantung berdetak cukup keras, alangkah cantiknya Putri. Aku kecup dahinya, aku kecup matanya, aku cium bibirnya, perlahan aku buka baju pengantinnya, perlahan aku copot celana dalamnya……
Malam itu, jiwa dan ragaku telah menyatu dengan jiwa dan raga Putri terbang tinggi ke angkasa.
“Putri …, I love you so much.”
“Mas Juno…., I love you so much too.”
Putri, Mas Juno ingin hidup bersamamu selama 1000 tahun…………..
——————–
TAMAT
Bogor 21 Agustus 2021
Kebun Raya Residence Blok F-23 , Ciomas; BOGOR 16610