BADAI TELAH BERLALU (3)

BADAI TELAH BERLALU (3)

29 Jan 2024
1.145

Tidak dipungkiri Dewi itu memang cantik, banyak kumbang jantan berebut untuk dapat  menggandengnya setelah pisah dengan Bima.   Pada semester empat, Pandu murid baru kelas tiga IPA  pindahan dari Jakarta telah menggandengnya. Pandu anak salah satu pejabat  PG Cepiring. Anaknya gagah, tinggi, putih kekuningan, punya hidung agak mancung, rahang persegi, rambutnya di potong pendek, sedikit berombak. Tampilannya selalu rapi, maklum pindahan dari Jakarta. Jam istirahat dapat dipastikan Pandu mengunjungi  kelas dua IPA  untuk ngobrol dengan Dewi atau ngajak Dewi ke kantin atau ke tempat lain yang aku tidak mengetahui. Bahkan untuk belajar bersama pun Dewi lebih memilih Pandu ketimbang diriku.

Sejak Dewi digandeng Pandu,  Dewi sering mengajakku ke gubuk tebu,  bercerita tentang kebaikan Pandu  dan aku sebagai pendengar yang setia.

Kala itu, Dewi mengajakku ke  gubuk tebu sambil membawa tape recorder dan beberapa kaset, sepertinya ingin memperdengarkan lagu. Wajahnya ceria, entah apa yang akan diceritakannya.

“Juno, aku beruntung pisah dengan Bima, Pandu jauh lebih baik, lebih romantis,  calm dan  sangat mengerti akan diriku. Kalau jalan selalu menggandengku, melindungiku. Pandu juga pandai mengajariku dalam pelajaran aljabar, ilmu ukur sudur dan ilmu ukur ruang. Pandu sering  ngajak nonton bioskop di Kendal atau sekedar jalan-jalan di Semarang.”

Aku seperti biasanya hanya sebagai pendengar setia.

“Juno, malam Minggu kemarin aku dan Pandu nonton film Pengantin Remaja. Filmnya bagus sekali. Kala ada adegan romantis, Pandu mencium keningku dengan berbisik “Dewi, aku cinta padamu.”

“Juno, Dewi pengin cerita ya.., film Pengantin Remaja habis bagus siih sambil dengerin lagunya ya….”

Aku mengangguknya.

“Romi dan Yuli
Dua remaja saling menyinta
Berjanji sehidup semati
Kekal abadi
Oh Romi dan Yuli lambang kasih suci

Oh Romi dan Yuli
Seolah ditakdir jadi lambang
Dari cinta yang bersih murni
Kekal abadi kasih nan suci
Romi dan Yuli”

Pengantin Remaja cerita tentang sepasang kekasih yang masih muda, Romi dan Juli. Romi yang diperankan oleh Sophan Sophiaan mengalami kesulitan dalam percintaan dengan teman sekolahnya, Juli, diperankan oleh Widyawati. Hubungan percintaannya tidak di restui oleh orang tua Juli. Romi sendiri sudah  dijodohkan oleh Eyangnya dengan seorang gadis Solo. Namun Romi  tidak bisa berpaling dari Juli. Ternyata Juli terkena penyakit kanker darah dan oleh dokter, hidupnya telah divonis tinggal satu bulan lagi. Perkawinan pun berlangsung meski hanya sebulan. Kematian Juli tak terelakkan.

“Apakah Dewi, kepengin seperti Juli?”

“Ya…, tidak. Tapi itu lho cintanya Romi begitu besar kepada Juli.”

“Pulang nonton masih sempat mbakso di Suryani. Terus itu Juno…, setelah mengantarkan Dewi sampai rumah, Pandu itu nakal, Dewi diciumnya. Tadinya hanya cium rambut Dewi, terus kening Dewi terus bibir Dewi. Kaki Dewi sampai gemeteran, hampir saja jatuh. Untung Pandu memegangnya.”

Setiap Dewi cerita bagaimana romantisnya Pandu, hatiku tersayat. Apalagi menceritakan bagaimana Pandu menciumnya. Aku tidak tahu mengapa Dewi menceritakan Pandu menciumnya segala. Apakah ingin mengungkapkan perasaan begitu cintanya Pandu kepadanya? Mengapa cerita denganku, apakah aku sebagai tempat curhat saja. Dewi apakah engkau tidak tahu kalau aku mencintaimu. Ya…, aku mencintaimu. Tapi apalah aku, hanya anak pembantu rumah tangganya. Aku hanya bisa memendam dalam hatiku, tiada keberanian sedikitpun untuk mengucapkan. Sayatan di hatiku semakin bertambah dan semakin lebar. Semoga Pandu tidak seperti Bima.

———————-

Hari yang tidak aku harapkan datang jua. Satu bulan menjelang ulangan umum semester empat, Bapak Kepala Sekolah memanggilku.

“Juno, ini sudah yang ketiga kalinya, engkau saya panggil, besok tidak perlu sekolah sampai SPP nya lunas.”

“Ya.. Pak.” Aku menjawab dengan menunduk, tidak berani menatap wajah Bapak Kepala Sekolah.

Hari-hari yang menggembirakan di sekolah telah usai. Hari esok dan hari-hari ke depan sepertinya awan mendung akan setia menyertaiku. Apa yang aku khawatirkan sejak masuk SMA terjadi, tidak bisa bayar SPP. Sudah beberapa murid SMA dikeluarkan karena tidak mampu bayar SPP.

Pulang ke rumah dengan jiwa kosong. Sepanjang perjalanan pikiranku buntu. Beberapa kali sepeda yang aku kayuh hampir masuk sawah, juga hampir menabrak   rombongan kerbau yang sedang menuju ke sawah. Apakah aku harus cerita sama Simbok? Aku tidak tega. Biarlah aku simpan dulu siapa tahu nanti ada jalan keluarnya.

Paginya, seperti biasa aku meninggalkan rumah layaknya pergi ke sekolah, di tengah perjalanan, sepeda aku belokkan menuju ke gubuk tebu. Sebenarnya aku juga tidak tahu apa yang akan aku lakukan di gubuk ini? Belajar? Untuk apa? Hari kedua, pikiranku sudah agak tenang. Aku putuskan untuk cari kerjaan di pasar Cepiring. Toko dan kios yang ada aku datangi satu per satu untuk  menawarkan jasa tenaga yang aku miliki. Beruntung Pak Kadir, penjual bakso  mau menerimaku.

“Baik Juno, kerjamu cuci miring dan gelas serta membereskan warung.  Kerjanya sore sampai malam sekitar jam delapan  malam.”

Sudah tiga hari aku kerja di warung bakso Pak Kadir pada sore dan malam hari. Pagi sampai siang aku di gubuk tebu dengan membaca novel, Sitti Nurbaya meski apa yang aku baca tidak masuk dalam otakku. Pikiranku masih buntu, suatu saat Simbok pasti tahu. Hari kelima, siang hari ketika sedang tiduran di gubuk tebu, aku kaget ketika Dewi dan Mawar mendatanginya. Sepertinya mereka pulang sekolah langsung ke gubuk tebu.

“Juno, teman-teman mencarimu, sudah seminggu kamu tidak masuk sekolah? Ada apa denganmu?

Untuk beberapa lama aku diam.

“Juno, ayo jawab. Siapa tahu teman-teman dapat membantu.”

“Dewi, mungkin aku tidak akan sekolah lagi.  Sudah beberapa bulan aku tidak bayar SPP. Bapak Kepala Sekolah bilang kalau SPP belum lunas, aku tidak boleh masuk.”

Dewi dan Mawar saling berpandangan.

Esoknya, siang hari seperti kemarin, Dewi dan Mawar datang kembali ke gubuk tebu .

“Juno, besok kamu sudah boleh sekolah lagi. Teman-teman iuran untuk membayarkan SPP mu.”

Aku tidak terlalu yakin kalau itu iuran dari teman-temanku. Kehidupan mereka tidak jauh berbeda denganku, hanya sedikit lebih beruntung dariku. Setelah aku selidiki, ternyata Dewi lah yang membayarkan SPP ku. Sungguh aku sangat berterimah kasih kepada Dewi.

“Dewi, engkau malaikatku. Aku berjanji suatu saat akan menjadi malaikatmu, entah kapan.”

Hari-hari menyenangkan itu pun kembali menyertaiku. Pagi sampai siang di sekolah, sore sampai jam 20.00 bantu Pak Kadir dan malam belajar dengan diterangi lampu teplok. Itulah jadwal harianku.

———————-

Bulan April merupakan bulan yang menggembirakan bagi warga Cepiring. Bulan dimulainya musim giling tebu. Sepasang temanten tebu, boneka tebu yang  didandani pakaian adat Jawa lengkap dengan kalung jalinan bunga melati diarak keliling pabrik. Sampai di pabrik, kedua boneka diikuti dengan tumpukan tebu lainnya dimasukkan ke mesin giling.  Kress..kress.., kress.., roda-roda mesin reksasa itu berputar memeras dengan kejamnya pasangan temanten dan tebu-tebu lainnya sehingga keluar air tebunya sampai tidak tersisa. Melalui perjalanan  yang panjang air tebu tadi akan berubah menjadi gula pasir.

Selama tujuh hari tujuh malam berbagai pertujukkan di pertontonkannya. Panggung utama setiap harinya menyajikan pertunjukkan bergantian : wayang orang, ludruk, wayang kulit, band dengan penyanyi ndangdut, keroncong atau penyanyi lagu populer dan  berbagai kesenian tradional lainnya.  Di lapangan dipasang layar bioskop dengan berbagai film : silat, cowboy, perang, roman percintaan. Masyarakat sangat antusias sekali bukan hanya masyarakat  Cepiring tetapi juga masyarakat dari Kendal, Patebon, Pagandon, Kaliwungu dan masyarakat lainnya. Mereka rela bersepeda dan bahkan berjalan kaki untuk menontonnya. Berbagai pedagangan asongan menjajakan dagangannya, warung-warung makanan dadagkan bermunculan.

Bulan April ini, entah tahun yang ke berapa perayaan musim giling tebu di lakukan. Aku masih ingat ketika tahun lalu menikmati keramaiannya bersama Dewi.

“Juno, datang ya… perayaan musim giling.”

Ya…., waktu itu rasanya perayaan musim giling yang paling menyenangkan. Berbagai hiburan di pertontonkan. Aku dan Dewi lihat band dari Semarang dan berjalan-jalan lihat berbagai hiburan secara sepintas. Jam 21,00 sudah kembali ke rumah Dewi, duduk berdua menikmati kacang rebus, jagung rebus, pisang goreng dan singkong goreng dengan minuman coca-cola dan teh manis. Entah mengapa aku merasa senang, padahal hanya duduk-duduk dan ngobrol saja. Malam berikutnya aku menonton sendirian. Meski berbagai tontonan aku lihat, tapi aku merasa tidak segembira saat bersama Dewi.

Kini, berbagai tontonan tidak sepenuhnya aku nikmati, aku membantu Pak Kadir yang buka warung bakso di lapangan. Sebagai penjual bakso yang sudah berpengalaman, Pak Kadir sangat yakin musim giling tebu akan memberikan berkah pendapatan lebih. Keyakinan Pak Kadir terbukti, dari sore sampai malam penikmat bakso silih berganti.  

“Hai…, Juno.” Suara yang tidak asing. Benar Dewi datang bersama Pandu.

“Hai…, Dewi. Hai… Mas Pandu”

“Mau pesan apa?”

“Bakso dan es jeruk manis dua.” kata Pandu.

Segera aku siapkan bakso dan es jeruk yang dipesannya. Mereka duduk berdempetan, berbicara bisik-bisik, sangat mesra, kadang-kadang malah saling menyuap bakso yang dipesannya. Bergegas aku menyingkir, menyelesaikan cuci gelas dan mangkok. Aku tidak berkeinginan melihat Dewi bermesraan dengan Mas Pandu.

Biasanya aku jam 20.00 sudah pulang, kini mundur dua jam, jam 22.00 aku baru boleh pulang. Selama tujuh hari tersebut aku lebih memilih ikut Pak Kadir daripada belajar. Tambahan uang dan dua rantang bakso sangat berarti bagiku.

———————-

Kala itu, enam bulan menjelang ujian akhir SMA.

“Juno habis sekolah kita ke gubuk tebu ya….”

Aku mengangguk. Aku perhatikan wajah Dewi sangat kuyu, matanya agak bengkak,  sepertinya habis menangis. Bergegas aku ambil sepedaku, berboncengan menuju gubuk tebu. Kali ini entah apa yang akan diceritakan,  pasti terjadi sesuatu yang sangat menyakitkan.

Beruntung gubuk kosong. Dewi menggenggam tanganku, menyenderkan kepalanya di bahuku. Jantungku berdetak cukup keras. Tidak berapa lama Dewi menangis, terisak-isak cukup lama, menangis yang sangat menyedihkan. Aku diam, menunggu Dewi apa yang mau diceritakannya.

“Juno…., aku mau bunuh diri.”

Jelas Dewi sedang galau, aku menunggu kelanjutannya. Sepertinya, Dewi mengumpulkan kekuatan untuk menumpahkan curahan hatinya.

“Juno…., aku mau bunuh diri, Juno……, aku hamil.”

Awan hitam dengan cepatnya menutupi langit biru disusul dengan angin yang cukup kencang. Hambaran kapas yang menempel pada kembang tebu beterbangan mengikuti arah angin. Beberapa diantaranya jatuh di pangkuanku. Cahaya kilat disertai dengan suara guntur sungguh menakutkan. Tidak berapa lama turun hujan dengan derasnya, seolah ingin menghapus jejak janin yang disemayamkan di perut Dewi.

Dewi pingsan dalam dekapanku. Aku tidak tahu harus berbuat apa, hanya  berharap Dewi cepat sadar.

“Juno…., aku hamil. Ayahku marah sekali, Aku akan diusirnya. Memalukan keluarga. Kamu tahu kan ayahku pejabat di PG Cepiring. Ibuku hanya menangis sepanjang hari, tidak tahu juga apa yang harus dilakukan.”

Aku diam, tidak tahu harus ngomong apa. Enam bulan lagi ujian. Perut Dewi tentu akan semakin besar. Dewi pasti akan dikeluarkan, alangkah kasihannya. Siapakah yang telah tega menaburkan benih di perut Dewi. Kenapa tidak menikahinya, bukankan Dewi itu cantik? Kejam sekali, tidak berani bertanggungjawab.  Namun, aku tidak berani menanyakannya, aku hanya berani menduganya. (BERSAMBUNG)

———————-

Bogor 21 Agustus  2021

Kebun Raya Residence Blok F-23 , Ciomas; BOGOR 16610

Ditulis oleh:

Alumni 1973

BAMBANG WINARTO dilahirkan di Magelang pada tanggal 15 Juni 1954. Selesai mengikuti Pendidikan di SMA N Kendal 1973, ia melanjutka di Fahutan di IPB (1978). Karir di pemerintahan mulai berkembang setelah memperoleh gelar Magister Manjemen (MM). Karier tertinggi sebagai ASN sebagai Kepala Kanwil Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (2000). Pernah sebagai penulis non fiksi tentang kehutanan. KAMUS KEHUTANAN merupakan karya fenomenalnya yang menjadi pegangan para rimbawan. Saat ini menekuni penulisan cerita pendek (cerpen) dan puisi. Cerpen – cerpen yang ditulisnya di unggah pada web CERPENMU dan selalu menjadi nominasi cerpen terbaik setiap bulannya.

Tinggalkan Komentar

LANGGANAN

BULETIN KAMI