JALAN JALAN KE IKN

JALAN JALAN KE IKN

30 Des 2024
1.013

JALAN JALAN KE IKN (bagian 3)

mBang Win

 

“Pengembangan usaha dilakukan kerjasama dengan teman-teman yang sudah dikenalnya:  teman SMP, SMA dan Fakultas. Bentuk kerjasamanya dibicarakan bersama apakah dalam bentuk waralaba atau bentuk lainnya.  Khusus untuk Balikpapan, akhir Maret 2023 telah dibuka empat cabang, salah satu diantaranya yang Bapak lihat tadi.”

Luar biasa, putrinya Didik ini mempunyai jiwa wirausaha.  Apa yang dilakukannya merupakan  salah satu bentuk  EKONOMI KREATIF. Total gerobak “KOPI 5” ada 12  buah yang tersebar di beberapa kota. Kalau masing-masing memberikan pendapatan Rp. 10 juta, makan dalam satu malam akan memperoleh Rp. 120,- juta.  Wooow….., jooos gandos tenan.

“Bagaimana pendapat Suryadi, Asli atau Fitriyadi?” Kataku.

“Bagus sekali Pak  kalau usaha ini bisa dikerjasama dengan alumni SKMA.” Kata Surayadi.

“Saya siap membantunya.” Kata Fitriyadi.

“Mungkin tahap awal SKMA lulusan pertama dulu Pak.” Kata Asli.

“Saya yakin Didik pasti setuju, hanya bagaimana bentuk kerjasamanya, nanti dibicarakan lebih detail.”

“Setuju Pak.” Kata Didik.

“Sur, tahap pertama saya sependapat dengan Asli, alumni SKMA ankatan pertama dulu, atau alumni angkatan lain yang mau. Kumpulkan mereka,  bicarakan bersama dan segera mulai.”

“Pak Win, ini pisangnya.” Kata Supiyanyo sambil menyerahkan bungkusan yang berisi pisang kepok goreng yang masih panas.

“Terima kasih.”

Makan pisang kepok dalam keadaan hangat pada malam hari sangat nikmat sekali. Rasanya tidak ada makanan yang senikmat pisang kepok goreng.  Orang Ambon bilang  “Seeeng ada lawan.” Memang sebelum makan malam, aku minta untuk dibelikan pisang goreng.  Supiyanto sepertinya ditugaskan secara khusus untuk wira wiri.

Tidak terasa malam bertambah larut. Makan malam diakhiri  dengan usulan usaha yang penuh harapan. Cerita tentang keberhasilan putrinya Didik kiranya dapat mempercepat terbentuknya usaha yang akan dilakukan.

“Pak Win, besok saya tidak bisa mengantarkan ke bandara. Ini ada sedikit oleh-oleh.” Kata Didik.

“Tidak apa-apa, terima kasih atas perhatiannya selama saya di Balikpapan.”

Berjalan menuju mini bis yang telah penuh dengan rombongan. Aku memang ingin bersama rombongan, ingin mendengarkan celotehan mereka tentang usaha yang akan dilakukan dan celotehan lainnya.

Apa yang dibicarakan mereka pada awalnya aku masih menangkap. Namun, mata sudah mulai meredup,  aku sudah tidak dapat konsentrasi lagi mendengar pembicaraannya.

Jalan semakin sepi, mobil pun berjalan agak kencang. Sekitar 15 menit sampai di asrama haji. Agak aneh ketika mata sudah redup di kendaraan saat di tempat tidur mata tidak bisa ditutup secara penuh. Balik kiri, balik kanan mencari posisi tidur terbaik, tetap saja tidak bisa tidur. Mata tertutup tapi sebenarnya aku tidak bisa  tidur sampai pagi. Kejadiannya persis sama saat tidur malam pertama di Balikpapan, jet lag. Beruntung jet lag yang kedua itu pun tidak berpengaruh nyata terhadap tubuhku. Pagi hari masih tetap bugar.

Seperti kemarin, pagi itu aku jalan pagi sepanjang jalan protokoler yang tidak terlalu jauh,  mungkin hanya sekitar 2 km Pulangnya mampir kembali di pedagang kaki lima yang berada tepat di depan asrama haji.  Bubur Bandung  dan bubur kacang ijo yang masih hangat itu sasaranku. Keduanya memberikan cita rasa yang melekat pada lidahku. Keliling asrama sebentar, melihat laut yang tidak berombak  di pagi hari dari belakang asrama.

“Pak Win, nanti kita berangkat dari asrama sekitar jam 09.00. Kita menengok Fahmi sebentar yang sedang sakit.” Kata Suryadi.

Sarapan hanya sekedarnya. Bubur Bandung dan bubur kacang ijo telah memberikan kenikmatan dan kekeyangan. Ngobrol bersama sebelum meninggal asrama haji. Aku ingin menekankan apa yang telah diceritakan Didik saat di pantai Emas Permata Balikpapan dapat dijadikan usaha bersama.

“Sur, apa yang diceritakan Didik tentang usaha yang dilakukan putrinya sangat menarik sekali.”

“Betul Pak.”

“Bisa nggak Alumni SKMA Angkatan dan angkatan yang mau melakukan usaha Kopi Kaki Lima?”

“Bisa Pak.”

“Coba jelaskan bagaimana mewujudkannya.”

“Nanti kita kumpulan teman-teman yang berada di Samarinda, Balikpapan dan sekitarnya. Kita bicarakan bersama dengan Didik.”

“Coba dijajagi bentuk usaha apa yang cocok dengan usaha ini, apakah koperasi atau bentuk lainnya. Suryadi dan Fitri  nanti konsultasi dengan Dinas Koperasi dan UKM Kota Samarinda.”

“Siap Pak.” Kata Suryadi dan Fitri hampir bersamaan.

“Sepertinya, usaha tersebut paling cocok dalam bentuk WARALABA.”

“Ya…, Pak.”

“Kalau lihat pembeli kopi 5, sangat jelas target pasarnya anak melinial, anak remaja, bisa siswa SMA atau  mahasiswa atau remaja lainnya. Artinya apa? Yang jualan pun juga remaja. Kita cukup mengawasi dari jauh. Fitri dapat dijadikan supervisor. Bagaimana Fitri?”

“Siap Pak.”

“Model marketing pun sangat jauh berbeda. Media sosial sangat berpengaruh besar. Cari dan gunakan INFLUENCER melinial yang memiliki pengaruh terhadap para remaja, terutama di media sosial. 

“Ya…., Pak.”

“Sur, sebaiknya dalam waktu dekat dibicarakan lebih detail  dengan Didik mumpung masih hangat.” Kata Indera.

“Baik .., nDra.”

“Pak kita berangkat sekarang.”

Aku lihat jam yang ada di HP. Memang waktu sudah menunjukkan jam 09.00.

Pakaian sudah aku kemas dengan rapi. Seperti saat berangkat hanya ada dua bagasi yang aku bawa, satu ransel yang berisi pakaian bersih dan satu tas yang berisi pakaian kotor.

Asli mendampingiku untuk mengambil dan membawakan bagasi. Sepertinya, ia ingat kemarin aku mengalami kesulitan dalam membuka pintu kamar.  Saat itu, aku akan membuka pintu kamar.  Kunci kamar sudah menggunakan kartu digital seperti halnya hotel lainnya. Aku coba lihat berkali kali  mencari  tempat “gesekan”  kartu, tapi nggak ketemu. Asli yang berada tidak jauh dariku langsung datang, meminta kartu kunci dan menempelkan pada pintu. Lampu biru menyala, pintu pun terbuka. Ya…, ya…, dalam usiaku yang sudah berkepala tujuh, kadang menertawakan diri sendiri atas ketidakberdayaan akan  sesuatu yang sebetulnya sangat mudah.

Mejeng bersama di depan asrama haji sebelum meninggalkannya, keliling asrama untuk mengucapkan selamat berpisah sebelum menuju bandara Balikpapan.

Kali ini aku masih bersama Haerudin ditemani Asli. Sepanjang jalan Haerudin memperdengarkan lagu-lagu jadul, ia penggemar berat Broery Marantika. Memang suara Broery merdu, lagu-lagu yang diperdengarkan pun enak di telingan bagi orang-orang jadul.  Apalagi lagu duetnya bersama Dewi Yull yang berjudul “Rindu yang Terlarang” dan “Jangan Dusta diantara Kita.”

Tidak terlalu lama kendaraan masuk kompleks pasar.

“Pak Win, kita turun. Rumah Fahmi disini.” Kata Asli sambil menunjuk rumah bertingkat yang letaknya persis di depan tempat parkir mobil.

“Pak Win, Fahmi usaha loundry.”

Memang di lantai satu banyak sekali pakaian yang sudah dikemas siap untuk diambil pemiliknya.

“Kita ke lantai dua, Pak.” Kata Asli.

Asli berjalan di depan sebagai pemandu. Terlihat Fahmi duduk disofa sepertinya sudah siap menerima rombongan.  Aku segera duduk disebelah kirinya sementara Asli duduk disebelah kanan.

“Fahmi, ini Pak Win,” sambil memegang tanganya untuk bersalaman denganku.

“Terima kasih Pak Win sudah menengok saya.”

Terlihat wajahnya menunjukkan kegembiraan meski matanya tertutup. Bahkan mereka saling bercanda mengingat saat sekolah bersama di SKMA Samarinda.

“Badaknya sekarang jadi putih.” Kata Indera.

“Iya…, jadih putih , tidak pernah keluar rumah.” Kata Fahmi.

Saat masuk SKMA, Fahmi mendapat nama Badak. Badannya memang gempal, kulitnya coklat tua. Aku masih ingat, tangannya kidal,  cukup pandai volly ball bersama Irwansyah.

“Pak Win, saya sudah tidak bisa melihat. Bukan hanya itu saja ada sembilan penyakit yang menyerang saya. Yang terakhir, ginjal saya kena. Dalam satu Minggu saya harus cuci darah dua kali. Siang nanti saya cuci darah.”

“Ya…., itu cobaan Allah Swt, tabah dan ikhlas.”

“Ya…, Pak Win.”

Fahmi yang dulu kekar kini tidak berdaya karena takdir telah menetapkannya. Aku kagum kepadanya yang tetap tabah dalam menghadapi cobaan. Ia masih bercanda dengan teman teman yang mengunjungi.

“Pak Win, masih berjenggot kah?”

“Sudah tidak.”

Memori Fahmi masih bagus, masih ingat saat sekolah di SKMA Samarinda. Memang saat itu aku berjenggot. Guru SKMA sangat terbatas, aku merangkap beberapa pelajaran yang sebenarnya bukan keahlianku.

Waktu berjalan pelan tapi pasti. Bandara udara Sepinggan sudah menungguku. Memang jam keberangkatan masih lama.

“Fahmi, kita tidak bisa lama-lama, Pak Win akan kembali ke Bogor. Kita pamit dulu.” Kata Asli.”

“Terima kasih Pak Win, terima kasih teman-teman telah menengokku. Aku juga mau berangkat cuci darah.”

Menuju bandara udara yang jaraknya sudah tidak terlalu jauh, pikiranku masih terpaku kepada Fahmi. Aku kagum kepadanya karena ketabahan dan keikhlasannya menerima cobaan dari Sang Pencipta. Seolah berbagai penyakit yang dideritanya  tidak dirasakannya.

“Pak Win, Bandara Sepinggan – Balikpapan telah berganti nama menjadi Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan.”

“ Ya…., saat mendarat kemarin beberapa kali pramugari salah menyebutkan namanya.

Kendaraan pun sampai di bandara usdara, sementara kendaraan yang dikendarai rombongan tertinggal di belakang.

“Kita turun,dulu Pak Win.”

Aku menurut saja apa yang dikatakan Asli. Bagasi diurus oleh Asli. Aku lihat sejenak jam tangan yang menempel ditanganku, masih jam 10.15. Selanjutnya aku lihat e tiket yang tertera di HP : PELITA AIR  IP – 603 SEN 02 SEP 2024 12.39.  Ke Jakarta dengan pesawat yang sama Pelita Air. Menungggu sejenak, tidak lama Suryadi datang bersama Supiyanto.

“Teman-teman menunggu di mobil Pak.”

“Ada sedikit oleh-oleh  untuk Bapak.” Kata Suryadi.

“Terima kasih.”

Oleh-oleh dari Balikpapan dapat dipastikan AMPLANG , ada juga yang menyebut KUKU MACAN. Oleh-oleh khas satu-satunya dari Balikpapan atau Samarinda, berupa makanan ringan, seperti kerupuk warna coklat, bentuknya macam-macam, ada yang seperti kuku macan, ada yang hanya lonjong saja dan bentuk lain. Sepertinya Pemda Kalimantan Timur kurang kreatif dalam mengolah sumberdaya pertanian menjadi makanan khas Kalimantan Timur.

“Kita masuk kedalam, lapor kepada petugas.”

Berjalan bertiga menuju desk PELITA AIR. Tiga bagasi dibawa Asli dengan menggunakan kereta dorong.

“Asli, ketiganya nanti masuk bagasi pesawat.”

“Baik Pak.”

Kepada petugas, saya tunjukkan e tiket yang berada dilayar  HP.

“Tolong KTP nya Pak.”

KTP aku serahkan kepada petugas. Diamatinya sejenak, kemudian petugas mengetikan sesuatu. Dugaanku mengetikan nomor NIK yang tertera pada KTP.  Memang nomor NIK merupakan NOMOR UNIK yang hanya satu-satunya nomor yang ada di Indonesia. Dengan mengetikan NIK secara otomatis akan keluar informasi tentang diriku.

Pelayanannya cukup bagus, hanya memerlukan waktu sebentar, petugas sudah memberikan bording pass.  Aku  lihat sebentar boarding pass nya, sudah tertempel tiga  nomot bagasi. Aku memperoleh tempat duduk 26B.

“Mari saya antar ke pintu masuk, bapak bisa istirahat di ruang tunggu.” Kata Asli.

“Terima kasih, atas jalan-jalan di IKN, terima kasih atas perhatian dan pelayanannya selama saya berada di Balikpapan dan sekitarnya.”

“Sama-sama Pak. Nanti kalau ada waktu dan diberi kesempatan, kita akan melihat kembali perkembangan IKN.” Mudah-mudahan kita dapat melihat IKN secara keseluruhan.” Kata Suryadi.

Menuju ruang tunggu, lumayan jauh meski tidak sejauh berjalan menuju ruang tunggu di Bandara Soeta. Berjalan santai tanpa bagasi, mengamati dinding tembok yang dihiasi lukisan bernuansa ADAT DAYAK. Lelakinya dengan senjata MANDAU, senjata pedang khas dayak dan perempuannya memakai hiasan bulu BURUNG ENGGANG sebagai hiasan ikat kepala dan di tangan. Bulu-bulu tersebut diikatkan di jari tangan seperti cincin dan  Topi Bulu BURUNG RUAI  digunakan sebagai hiasan kepala rambut perempuan. Mungkin banyak yang tidak mengira bahwa perempuan dayak itu cantik-cantik. Kulitnya kuning lansat dengan meta agak sipit, mirip peranakan china. 

Ruang tunggu masih relatif sepi. Aku memilih duduk di depan televisi, menyaksikan berbagai acara yang disajikan TV. Sekali-kali aku lihat layar HP, sekedar meilihat unggahan dari  teman-teman. Beberapa foto sudah aku kirim ke beberapa WAG hanya sekedar pamer kalau aku sudah pernah lihat IKN. Dalam waktu yang relatif singkat ruang tunggu itu pun penuh penunpang yang akan ke Jakarta.

“Para penumpang Pelita Air dengan nomor penerbangan IP – 603 dipersilahkan masuk ke pesawat.”

Seperti biasa, para penumpang berebut untuk dapat antrian paling depan. Mungkin mereka berebut untuk dapat menyimpan bagasinya di kabin yang tepat diatas nomor duduknya.

Aku sendiri masih tetap menikmati acara di TV yang saat itu sedang mempertontonkan kesenian dayak. Paling tidak antrian itu memerlukan waktu sekitar ½ jam. Naik pesawat tanpa begasi sungguh menyenangkan, tidak perlu berebut menaruh bagasi di kabin pesawat. Ketika antrian tinggal beberapa orang, aku segera bergabung pada antrian terakhir. Tempat duduk 26B berada di tengah badan pesawat. Sebenarnya, kalau boleh memilih aku lebih senang memilih tempat duduk yang berada di gang, perasaanku lebih longgar.

Pesawat berangkat tepat waktu. Tidak ada yang aneh selama perjalanan. Dua jam diatas udara dirasakan cukup lama. Sajian makan siang  seperti saat berangkat ke Balikpapan, sepotong kue plus air mineral. Memang sangat praktis.

Kurang lebih dua jam perjalanan di udara, burung besi pun mendarat dengan mulus di Bandara Soekarno-Hatta. Konon bandara ini merupakan bandara udara tersibuk di  ASEAN dan masuk deretan bandara terbaik di dunia.

Berjalan mengikuti arus penumpang yang sudah berada di depan dan sesekali melihat arah penunjuk pengambilan bagasi. Lumayan jauh, tapi karena tidak membawa bagasi aku dapat mengikuti kecepatan berjalan para penumpang lainnya. Apalagi  dengan adanya TRAVELATOR, berjalan biasa terasa berlari dapat mengalahkan penumpang yang jauh lebih muda.

Sedikit agak bingung ketika sampai di BAGGAGE HANDLING. Mungkin sekitar sembilan baggage handling yang sedang berjalan bersamaan berputar dengan membawa bagasi. Ini menunjukkan pada saat yang bersamaan ada sembilan pesawat terbang yang mendarat. Memperhatikan sejenak baggage handling untuk mengetahui dari mana bagasi itu berasal. Akhirnya diketahui bahwa bagasi pesawat Pelita Air  dari Balikpapan, berada pada baggage handling yang paling akhir.

Menunggu dengan sabar kumpulan bagasi yang berjalan mengikuti arah ban berjalan, para penumpang berdiri mengelilinginya dan dengan gesit segera mengambil bagasi yang diketahui miliknya. Semakin lama para penumpang samakin sedikit dan tinggal aku sendiri yang masih menunggu. Akhirnya, muncul juga tiga bagasi  yang aku tunggu. Mungkin saat berangkat aku paling awal lapor sehingga bagasi berada paling bawah. Wis… rapopo.

Bergegas keluar tanpa pemeriksaan. Petugas sudah tidak ada. Kok bisa ya….

“Pak nanti keluar dari pintu terus belok kiri tunggu di depan K Circle.” Aku lihat  WA dari Andre, driver yang mengantarkanku saat berangkat.

Dengan bagasi yang berada kereta dorong aku menunju tempat penjemputan yang disebutkan Andre.

“Taksi Pak.”

Demikian, berkali-kali aku mendapat tawaran taksi bandara. Tawaran itu hanya aku tanggapi dengan gelengan kepala. Mereka seperti maklum bahwa ada jemputan untukku. Sangat banyak taksa bandara yang antri, tinggal pilih taksi yang diinginkan.

Tidak terlalu lama Andre sudah sampai dimana aku menunggu. Dengan sigap Andre mengambil tiga bagasi dan dimasukkan kedalam kendaraannya.

“Kita langsung ke rumah Pak?”

“Ya…., kita langsung ke rumah.”

 Mobil Toyota Fortuner  itu pun melaju dengan kecepatan rerata 100 km. Sangat stabil, tidak terasa goncangannya. Jalan tol bandara ke Bogor relatif sepi. Hanya butuh waktu sekitar satu jam lebih sedikit sudah sampai di rumah. Dengan sigap Andre menurunkan bagasi yang berada dibelakang.

“Terima kasih.”

“Sama-sama Pak.”

Untuk urusan taksi, putriku yang mengaturnya. Aku tinggal naik saja. Istriku sudah menunggu di depan pintu, membantu membawakan oleh-oleh dari Balikpapan.

“Mandi dulu, pakaian kotor dikeluarkan. Kalau sudah mandi di meja makan sudah tersedia kopi panas, singkong rebus dan pisang goreng.”

Mandi di rumah terasa lebih segar dan dingin  dibandingkan dengan mandi di hotel. Mungkin karena menggunakan gayung yang dapat mengguyur  badan dengan lebih banyak air. Aku pernah mendapat pelajaran dari temanku saat mahasiswa. Kala itu tahun 1977, aku sedang menyusun skripsi di hutan Pinus Cikole. Hawa dan airnya sangat dingin.

“Mbang kalau berada didaerah yang berhawa dingin jangan mandi dengan air hangat, mandi tetap menggunakan air dingin. Nanti setelah mandi badan malahan menjadi hangat. Pelajaran itu tetap aku praktekkan hingga kini.

Ditemani kopi pahit panas,  makan  singkong rebus dan pisang goreng aku  cerita secara singkat kepada istriku tentang IKN.

“Suryadi, Asli, dan Amin menyampaikan salam hormat.”

Memang hanya mereka yang masih diingat oleh istriku. Ketiganya pernah menggendong kedua anakku, Wisnu dan Sinto.

Istirahat sejenak, malam nanti aku akan mencoba menjawab pertanyaan salah satu dari temanku yang telah setia membaca ceritaku.

“Mbang, kesimpulanmu piye setelah melihat IKN? Berlanjut atau berhenti ditengah jalan? Piye analisamu?”

We…., lha dalah…… Lha jalan jalan ke IKN hanya satu hari saja diberi pertanyaan seperti pertanyaan yang diajukan kepada kandidat doktor. Pakai analisa segala. Iki piye to……

Aku yo…. rodo bingung menjawabnya. Lha kalau dijawab pakai analisa perlu berjilid jilid, apalagi kalau menggunakan  THE FISHBONE ANALYSIS  atau kalau di Indonesia kan menjadi ANALISA TULANG IKAN. Segera pikiran itu aku hapus.

Kalau  mau jujur, Pak Jokowi saja masih gamang, jadi apa nggak ya…..IKN itu? Investor asing yang diharapkan berlomba menanamkan uangnya di IKN, ternyata tidak seperti yang diharapkan, mereka  masih “wait and see”, ingin melihat keseriusan pemerintah dalam membangun IKN.  Apalagi, ada pergantian pimpinan nasional. Apakah Pak Prabowo seperti halnya Pak Jokowi dalam keseriusan membangun IKN atau Pak Prabowo lebih senang mengurus makan gratis yang merupakan program andalannya? Kegamangan Pak Jokowi dapat dilihat  dari pemindahan ASN ke IKN yang telah mengalami beberapa kali penundaan. Juga, Menteri Perhubungan saja tidak tahu peruntukkan bandara udara IKN. Tadinya ia berpikir  bahwa bandara udara IKN untuk V-VIP, ternyata pikiran Pak Jokowi berubah.

“Pak Menteri bandara udara IKN bukan bandara V-VIP tetapi bandara komersial seperti bandara udara lainnya, bahkan bisa juga digunakan untuk pemberangkatan  haji. ”

Pak Jokowi sepertinya baru menyadari bahwa kedatangan wisman untuk melihat IKN sangat diperlukan bukan hanya promosi secara gratis tetapi juga  secara otomatis akan menggerakan roda perekonomian di Kalimantan Timur.

Kembali ke pertanyaan temanku, “Mbang, kesimpulanmu piye setelah melihat IKN? Berlanjut atau berhenti ditengah jalan? Piye analisamu?” Kalau Pak Jokowi saja gamang apalagi diriku. Maka, aku hanya bisa menjawab secara diplomasi, bahwa IKN saat ini merupakan salah satu destinasi wisata di Indonesia  yang cukup menarik untuk dikunjungi. Paling tidak, pernah sekali saja datang, mejeng di depan “Istana Kelelawar” dan mejeng di spot-spot yang dianggap menarik yang dapat dijadikan cerita kepada kepada anak cucu.

Aku akan mengutip suatu kata mutiara yang sangat bagus, hanya tiga kalimat yang mudah untuk diingat.

“Today is your time.”

“Yesterday is a memory.”

“Tomorrow is a mystery.”

It is clear that no one knows what will happen tomorrow. So, if you have time, money and opportunity just go to IKN immediately.

Rasanya perjalanan ke IKN meski hanya dua hari telah memberikan semangat bagiku bahwa dengan usia yang telah berkepala tujuh ternyata masih mampu melakukan perjalanan yang relatif jauh. Menjadi guru ternyata lebih membahagiakan daripada menjadi Kepala Kanwil Kehutanan. Mantan murid masih mengingat akan diriku.

Kupandang tempat tidurku yang telah kutinggalkan dua hari, rasanya jet lag sudah tidak menghinggapiku. Kurebahkan kepalaku di bantal dan kupeluk guling kesayanganku yang beraroma khas melati, berharap mimpi indah jalan-jalan ke IKN lagi dengan nuansa baru…….

———————

TAMAT

———————

Salam sehat dan hangat selalu dari KRR-23 BOGOR.

Wassalam,

mBang Win, 5 Oktober 2024

——————

mBang Win, saat ini menekuni penulisan Cerita Pendek. Lumayan banyak Cerpen yang sudah diunggah di WEB CERPENMU dan  IKASMAN1K. Untuk membacanya silahkan ketik Bambang Winarto Cerpenmu atau Bambang Winarto IKASMAN1K.

Alamat :  Kebun Raya Residence F-23 Ciomas – BOGOR, HP 081316747515; Email : bambang.winarto54@gmail.com;

Ditulis oleh:

Alumni 1973

BAMBANG WINARTO dilahirkan di Magelang pada tanggal 15 Juni 1954. Selesai mengikuti Pendidikan di SMA N Kendal 1973, ia melanjutka di Fahutan di IPB (1978). Karir di pemerintahan mulai berkembang setelah memperoleh gelar Magister Manjemen (MM). Karier tertinggi sebagai ASN sebagai Kepala Kanwil Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (2000). Pernah sebagai penulis non fiksi tentang kehutanan. KAMUS KEHUTANAN merupakan karya fenomenalnya yang menjadi pegangan para rimbawan. Saat ini menekuni penulisan cerita pendek (cerpen) dan puisi. Cerpen – cerpen yang ditulisnya di unggah pada web CERPENMU dan selalu menjadi nominasi cerpen terbaik setiap bulannya.

Tinggalkan Komentar

LANGGANAN

BULETIN KAMI