
ARJUNO MENCARI CINTA (PART 1)
“ARJUNO”, nama pemberian ayahku, tapi teman-teman memangilku JUNO. Sebenarnya aku agak keberatan dengan panggilan itu, kedengarannya bagaimana gitu, nama ndeso, padahal kalau memanggil namaku secara lengkap akan menjadi keren. Tapi ya…, sudahlah aku manut saja, dipanggil Juno boleh, dipanggil Arjuno, aku akan berterima kasih.
Ayahku sebagai petani cukup berhasil, mempunyai sawah yang lumayan luas, berbagai ternak dan juga kolam ikan. Penghasilannya lumayan besar. Dari hasil bumi tersebut, ayah mampu membangun “Rumah” yang lumayan bagus dan juga membeli kendaraan roda empat dan roda dua.
“Arjuno, kamu tahu kalau Ayah pencinta pewayangan. Semua karakter manusia ada dalam cerita pewayangan. Ayah memberi namamu, Arjuno, satria penengah Pendawa Lima. Satria yang tampan, pujaan “Wanita” dan kesaktiannya tidak ada yang menandinginya. Kalau dulu kesaktian yang dicari, sekarang ilmu yang dicari. Dari ilmu lah jalan hidupmu akan ditentukan. Raihlah ilmu setinggi langit, belajar yang baik. Itu tugasmu. Paham Arjuno.”
“Paham Ayah. Arjuno akan belajar dengan sebaik-baiknya.”
Kisahku, bermula dari “Kisah Kasih di Sekolah”, tepatnya, kala kelas 3/A SMP 1 Kendal, sekolah menengah pertama terbaik di kota Kendal. Aku duduk di baris ketiga dilajur dua dari kanan, duduk bersebelah dengan AGUS yang badannya besar dibandingkan dengan teman-teman lainnya. Maklum, dia dua kali tidak naik, saat kelas dua dan kelas tiga.
“Juno, apakah kamu tertarik dengan salah satu “Gadis” di SMP ini?”
“Ada siih, tapi ya…, hanya dalam hati. Aku sering membayangkan alangkah senangnya jika aku bisa bersama dengannya.
“Kalau boleh tahu siapa gadis yang ada dalam hatimu?”
“Boleh, tapi jangan ketawa ya…?”
“Ya…, tidaklah, siapa tahu aku bisa bantu.”
“Gadis yang duduk di paling depan sebelah kanan.”
“Dewi?”
“Ya, Dewi Novianti.”
“Juno, menurutku Dewi memang gadis tercantik di SMP kita.”
“Agus, aku sering memandangnya dan dia pun secara sembunyi-sembunyi sering “Memandangku” pula.”
“Kenapa tidak diutarakan saja “Perasaan” kamu kepadanya?”
“Bagaimana” caranya?”
“Gampang lah, nanti aku ngomong sama Dewi kalau kamu ingin mengutarakan perasaanmu. Setuju?”
Aku mengangguk sambil berpikir cara mengutarakannya, apakah aku harus memberikan bunga “Mawar Merah” sebagai “Tanda Kasih” atau yang lainnya?
“Juno, Dewi setuju. Nanti hari “Sabtu” setelah sekolah bubar. Syaratnya kamu harus mengutarakan perasanmu di depan kelas, semua teman-teman di kelas ini menjadi saksinya.”
“Agus, apakah aku harus bawa “Sekuntum Mawar Merah, sebagai “Tanda Cinta” padanya?”
“Juno, tiga kuntum mawar merah lebih bagus. Bunga mawar itu bunga lambang cinta, bunga mawar dengan keindahan bunganya dan semerbak wangi aroma serta dijaga dengan “Duri-Duri” yang tajam dan runcing.”
“Baik, nanti aku cari tiga kuntum bunga mawar merah yang merekah.”
“Juno, skenarionya nanti Dewi akan berdiri di depan kelas terlebih dulu, teman-teman akan berdiri mengelilingi kamu berdua dan bahkan teman-teman dari kelas lain akan menyaksikan melalui jendela. Terus kamu akan menghampirinya dengan memberikan tiga kuntum mawar merah sambil berkata Dewi “Aku Sayang Kamu” atau yang lain terserah kamu. Semoga saja skenarionya berjalan dengan lancar.”
“Agus, apakah Dewi akan menerima perasaanku? “Aku Takut” kalau dia menolaknya.”
“Juno, lepaskan “Panah Asmara”.
“Panah asmara? Aku tidak paham.”
“Saat kamu menyerahkan tiga kuntum mawar merah, tataplah matanya, jangan sampai kamu tertunduk, katakan Dewi “Aku Cinta Padamu”. Nanti panah asmara yang kamu lepaskan akan menusuk jantung hatinya.”
Selama menunggu hari Sabtu, hatiku “Galau”, semua pelajaran yang diterangkan bapak dan ibu guru tidak masuk dalam otakku. Sampai – sampai bapak guru yang mengajar matematika heran ketika aku tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan yang sebenarnya sangat gampang.
“Juno, apakah kamu sakit? Sepertinya pikiranmu tidak “Focus” pada pelajaran. Mikir pacar ya…?” Bapak guru sepertinya dapat membaca pikiranku.
Hari Sabtu itu pun datang menepati janjinya. “Pagi yang Indah”, “Mentari” bersinar dengan sempurna, cahayanya memberikan “Kehangatan” dan semangat bagiku. “Pagi” itu tidak seperti biasa, aku sudah mandi dengan memakai sabun yang beraroma laki-laki. Badanku kusabun berkali-kali, demikian pula rambutku aku shampo sampai tiga kali. Sebelum berangkat sedikit minyak rambut aku oleskan ke rambutku. Beberapa kali aku bercermin sebelum berangkat “Ke Sekolah”. Sepanjang jalan yang aku lewati jantungku berdebar dengan sendirinya.
Selama pelajaran berlangsung aku sama sekali tidak menyimaknya. Pikiranku berpusat apa yang harus aku lakukan saat mengutarakan “Perasaaku”.
Teng…., teng….., teng…..Lonceng jam pelajaran terakhir berbunyi, tanda bahwa sekolah sudah selesai. Begitu bapak guru keluar dari kelas, teman-teman segera berebut maju ke depan. Aku lihat jendela kelas sudah penuh dengan siswa dari kelas lain yang ingin menyaksikannya.
Dewi maju ke depan kelas dengan percaya diri, semetara aku masih dalam “Keraguan”.
“Juno…, Juno…., Juno…, ayo maju.” Teriak teman-teman.
“Ayo Juno, maju “Pelan Pelan Saja”. Agus memberi semangat.
Dengan keberanian yang aku paksakan, aku maju ke depan dengan membawa tiga kuntum bunga mawar merah yang kesegarannya sudah mulai berkurang. Aku sudah “Tak Peduli” dengan detak “Jantung Hati” yang semakin keras berdetak. Aku datangi Dewi, berdiri tepat di depannya, aku tatap wajahnya, aku tatap matanya. Dengan suara agak bergetar aku sampaikan perasaanku.
“De..wi…, terimalah tiga kuntum bunga merah ini sebagai tanda sayangku kepadamu. Maukah engkau menerimanya? Dewi, “Jadikan Aku Pacarmu”.
“Baik lah Juno, hari ini waktu yang selalu “Kunanti”, aku terima tiga kuntum bunga merah, dan mulai hari ini, aku akan menjadi pacarmu. Juno, “Genggam Tanganku”.
Aku genggam kedua tangannya yang mungil, aku tatap wajahnya.
“Dewi, “Mawar Berduri” sebagai lambang cintaku, “Duri – Duri” yang ada pada tangkai mawar sebagai lambang bahwa aku akan selalu melindungimu.”
“Juno…, Juno…, Juno…, ayo cium Dewi.” Teriak teman-teman dengan suara riuh rendah.
Aku gemgam kedua tangannya, aku tatap matanya. Dewi pun menunduk. Aku dekatkan wajahku ke wajahnya, aku cium pipinya dengan lembut.
“Dewi, aku “Sayang” kamu.”
“Juno, aku juga “Sayang” kamu.”
“Cium…, cium…., cium bibirnya.” Kembali teriak teman-teman dengan suara tidak beraturan.
“Dewi, maukah engkau memanggilku Arjuno?”
“Baik, Arjuno.”
“Arjuno, maukah kamu memanggilku “Dewiku” ?”
“Tentu, Dewiku.”
Sejak itu, “Malam Minggu” hari yang selalu aku “Kunanti”. Aku selalu kerumahnya, ngobrol apa saja atau main gitar sambil nyanyi bersama atau sekedar “Jalan-Jalan” menikmati indahnya malam bersamanya. Hari-hari “Bahagia” menyertaiku.
“Roda Kehidupan” berjalan demikian cepat. Tidak “Terasa”, satu bulan lagi akan menghadapi “Ujian”.
“Dewiku, nanti akan melanjutkan kemana? Kalau aku ingin jadi “Anak Sekolah” SMA 1 Kendal saja. Sekolahannya bagus. Aku sudah baca brosurnya dan lihat sekolahnya.”
“Dewi juga akan ke SMA 1 Kendal. Kita bisa “Selalu Bersama”. Kalau Dewi mengalami kesulitan pelajaran nanti tanya Arjuno.”
Apakah hubunganku dengan Dewi sudah bisa disebut Cinta? Jika demikian Dewi merupakan cinta pertamaku. Namun aku berharap itu bukan hanya cinta pertama tetapi “Cinta Pertama dan Terakhir”.
“Menunggu” pengumuman hasil ujian, memberikan waktu libur yang cukup panjang.
“Dewiku, waktu libur panjang kita mau “Kemana”?
“Terserah Arjuno saja, Dewi akan ikut “Mau Dibawa Kemana”.
“Dewiku, kita ikut wisata dari sekolah ke Curug Sewu ya?”
“Emangnya di Curug Sewu apa yang dilihat?”
“Pemandangan alam dan air terjun yang masih alami. Nanti kita bersama – sama teman-teman ke Curug Sewu.”
Perjalanan menuju Curug Sewu, memerlukan waktu sekitar 1 jam 50 menit. Sampai di Curug Sewu, sekitar jam 10.00. an.
“Teman-teman, kita punya waktu cukup panjang. Sampai 12.00, acara bebas. Jam 12-14.00 isoma.” Kata Agus.
“Hujan Rintik” tidak menghalangi suasana di Curug Sewu. Melalui gardu pandang dapat melihat berbagai pesona keindahan alam. Hamparan hutan dengan keragaman binatangnya. “Mozaik” sawah terlihat begitu indahnya, sebagian menguning, sebagian hijau dan sebagian sedang ditanami. Kala melihat ke atas, terlihat “Burung Camar” “Terbang” dengan riangnya. Juga terlihat “Pelangi” yang membentang diantara dua bukit dengan tujuh warna : merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Lukisan pelangi merupakan “Sesuatu Yang Indah” dari “Tuhan”, Sang Pencipta Alam.
“Dewiku, lihat hamparan “Hutan”, indah bukan?”
“Betul Arjuno, lihat juga para petani sepertinya sedang “Pesta Panen” memotong padi yang telah menguning.
Dari “Bibir” bukit, keindahan “Lembah Sungai” sedalam ratusan meter pun dapat terlihat jelas. Tiga air terjunnya terlihat seperti anak tangga, airnya berwarna bening “Berkilau” kala terkena cahaya mentari. Konon, air terjun Curug Sewu dengan ketinggian 70 meter merupakan air terjun tertinggi di Jawa Tengah.
“Arjuno, “Pegang Tanganku”.
“Gemericik” air terjun dari kejauhan terdengar mengiringi langkah saat menuruni anak tangga yang tersedia. Entah berapa ratus anak tangga yang harus dilalui. Akhirnya sampai juga pada bagian dasar air terjun. Deburan “Suara” air terjun lumayan keras. Percikan airnya terbawa sampai beberapa meter, apalagi terkena tiupan “Angin”.
Dewi langsung duduk di bebatuan di tepi sungai melepaskan penatnya. Aku menuju pohon yang cukup besar, entah pohon apa namanya. Dengan pisau kecil yang selalu aku bawa, aku ukir gambar hati dengan tulisan Arjuno + Dewiku.
“Dewiku, lihat gambar dan tulisan Arjuno + Dewiku, nanti 10 tahun lagi kita kesini lagi untuk melihatnya. Semoga pohonya tidak ditebang, atau “Rusak” karena alam atau “Karena Iseng” orang-orang yang dengki.
“Ya….., “Kita” ke sini 10 tahun lagi.”
Aku pandang wajahnya, alangkah cantiknya.
“Iiih… Arjuno, “Kenapa” memandang wajah Dewi terus, emangnya ada apanya?”
“Dewiku, kamu cantik sekali, bagai “Bidadari”.
“Aaaah, Arjuno, kamu paling pandai kalau merayu.”
Aku tatap wajahnya, aku tatap matanya, aku lepaskan “Panah Asmara”. Dengan keberanian yang aku paksakan, dengan kaki sedikit gemetar, dengan detak jantung yang semakin keras, aku “Kecup Sayang” dahinya. Kembali aku tatap matanya, dengan ketergesaan aku kecup bibirnya, gigiku berada dengan giginya. Kami saling pandang, kami saling tersenyum. Kembali, aku cium dengan lembut. Untuk beberapa saat tidak ada reaksi, namun pada akhirnya Dewi membalas ciumanku dengan mata terpejam. Dewi hampir jatuh kalau tidak cepat-cepat aku pegang pinggangnya. Itu, “Ciuman Pertama”, “Sejuta Rasanya”.
“Arjuno, kamu “Nakal”. Berapa gadis yang pernah kamu cium?”
“Dewiku, ini pertama kali aku mencium gadis. Hanya kepada gadis yang aku cintai saja aku berani menciumnya.”
“Arjuno, Dewi masih merasa lemas sekali, debaran “Jantung Hati” Dewi belum hilang, kita duduk sebentar ya di bebatuan dekat air terjun.”
“Dewiku, kita duduk disana, ada batu cukup besar dapat untuk kita berdua.”
Kami duduk berdekatan, Dewi menyandarkan kepalanya di bahuku. Memandang air terjun yang tiada “Lelah” mengalir dengan suaranya yang “Gemuruh” serta dinginnya percikan air yang mengenai badanku.
“Arjuna, kita makan kudapan dulu ya… Dewi bawa pisang goreng dan juadah bakar.”
Aku dan Dewi makan kudapan bersama sambil menikmati merdunya suara air terjun dan dinginnya cipratan airnya yang mengenai tubuhku. Kaki Dewi dicelupkan dalam air yang “Jernih”. (BERSAMBUNG)
———————-
CATATAN : 80 JUDUL LAGU DAN PENYANYINYA.
“Arjuno” (Dewa); “Rumah” (Fiersa Besari); “Wanita” (Rossa); “Kisah kasih di sekolah” (Chriye); “Gadis” (Titik Puspa); “Dewi?” (Dewa 19); “Memandangku” (Ikke Nurjanah); “Perasaan” (Koes Plus); “Bagaimana” (Kahitna); “Mawar Merah” (Rita Sugiarto); “Tanda Kasih” (Iis Dahlia); “Sabtu” (Gerap Gurita); “Sekuntum Mawar Merah” (Elvy Sukaesih); “Tanda Cinta” (Meggi Z); “Duri-Duri” (Ziell Ferdian feat Tri Suaka); “Aku Sayang Kamu” (Cindy Claudia Harahap); “Aku Takut” (Repvlik); “Panah Asmara” (Afgan); “Aku Cinta Padamu” (Siti Nurhaliza); “Galau” ( Yovie & Nuno); “Focus” (Ariana Grande); “Pagi yang Indah” (Koes Plus); “Mentari” (Mytha Lestari); “Kehangatan” (Yana Yulio); “Pagi” (Chrisye); “Ke Sekolah” (Terence); “Perasaaku” (Pasha); “Keraguan” (Deddy Dhukun); “Tak Peduli” (Afgan); “Jantung Hati” (Lyla); “Jadikan Aku Pacarmu” (Sheila On 7); “Kunanti” (Arwana); “Genggam Tanganku” (Nosstress); “Mawar Berduri” (Broery Marantika); “Duri – Duri” (Ziell Ferdian feat Tri Suaka); “Sayang” (Pasto); “Sayang” (Nella Kharisma); “Dewiku” (ST12); “Malam Minggu” (Rhoma Irama); “Kunanti” (Arwana); “Jalan-Jalan” (Shaggydog); “Bahagia” (Happy Asmara); “Roda Kehidupan” (Rhoma Irama); “Terasa” (Koes Plus); “Ujian” (Ezzura); “Anak Sekolah” (Chrisye); “Selalu Bersama” (Pablo Benua & Rey Utami); “Cinta Pertama dan Terakhir” (Sherina Munaf); “Menunggu” (Via Vallen); “Kemana” (Nicky Astria); “Mau Dibawa Kemana” (Armada); “Hujan Rintik” (Tasya); “Mozaik” (Ungu); “Burung Camar (Vina Panduwinata); “Terbang” (Gigi); “Pelangi” (Chriye); “Sesuatu Yang Indah” (Kotak); “Tuhan” (Bimbo); “Hutan” (Jikustik); “Pesta Panen” (Elvy Sukaesih); “Bibir” (Samantha); “Lembah Sungai” (Pambers); “Berkilau” (Lala Karmela); “Pegang Tanganku” (Nosstress); “Gemericik” (James AP); “Suara” (Hijau Daun); “Angin” (Radja); “Rusak” (Eden); “Karena Iseng” (Gombloh); “Kenapa” (Tangga); “Bidadari” (Andre Hehanussa); “Panah Asmara” (Koes Plus); “Kecup Sayang” (Chika Xydia); “Ciuman Pertama” (Ungu); “Sejuta Rasanya” (Bonus); “Nakal” (Gigi); “Jantung Hati” (Tri Puspa); “Lelah” (Bastian Steel) ; “Gemuruh” (Wings & Search); “Jernih” (Amuk).
———————-