Mandalika dan Runtuhnya Teori Auguste Comte

Mandalika dan Runtuhnya Teori Auguste Comte

Untuk kali perdana Indonesia menghelat perlombaan motor GP tingkat Internasional. Lomba dilaksanakan di sirkuit Mandalika Nusa Tenggara Barat. Kendati sempat turun hujan, bersyukur lomba tetap dapat dilaksanakan dan terbilang sukses. Kita layak memberi acungan jempol pada pihak panitia atas suksesnya lomba motor GP Mandalika 2022.

Hal lain dari lomba motor GP Mandalika, yang membius publik ialah munculnya Rara, pawang hujan. Rara muncul di sirkuit bak pembalap dengan membawa alat khusus seperti mangkok, mulutnya pun komat kamit membaca mantra berharap hujan reda agar lomba motor GP dapat segera dilaksanakan. Ajaib, 30 menit kemudian hujan reda, peluit lomba motor GP Mandalika berbunyi, dan akhirnya lomba dimulai.

Masyarakat memberikan komentar terhadap kemunculan Rara. Pertama, masyarakat melihat bahwa kemunculan Rara sebagai bentuk local genius, oleh sebab itu perlu dirawat dan diperkenalkan pada dunia. Kedua, masyarakat menilai praksis sosial yang dilakukan Rara dianggap syirik, karena tidak sejalan dengan aturan hidup beragama. Ketiga, munculnya Rara adalah strategi marketing yang bertujuan supaya sorot mata dunia memotret arena akbar lomba motor GP Mandalika.

Saya berpendapat, ketiga komentar masyarakat itu memiliki kebenaran masing-masing, sesuai dengan makomnya. Komentar pertama merujuk pada makom antropologi yang melihat bahwa semua entitas kebudayaan memiliki value, dan harus dirawat. Komentar kedua merujuk pada kaidah teologi, utamanya Islam yang menilai bahwa tindakan Rara dapat dikategorikan syirik. Sementara komentar ketiga berlandas pada kajian psikologi dan ekonomi, memanfaatkan Rara sebagai opium yang dapat menyedot psikis publik dan berimplikasi pada pundi-pundi perekonomian.

Apa dampak fenomena Rara terhadap ilmu pengetahuan? Dalam kajian sosiologi, kita mengenal banyak ilmuan,salah satunya Auguste Comte. Dia dikenal sebagai pendiri sosiologi dengan mempopulerkan mazhab positivisme untuk menyibak fenomena yang berkelindan diruang-ruang publik. Selain itu, teori perkembangan berpikir juga merupakan satu sumbangsih dari Auguste Comte yang cukup legendaris.

Menurut teori perkembangan berpikir Auguste Comte, episteme berpikir manusia mengalami tiga perubahan. Pertama, berpikir teologis yang bermakna tindakan masyarakat akan mengacu pada nilai dan norma yang bersumber dari argumen mitologi. Kedua, berpikir metafisis yang berarti tindakan manusia akan berasas pada argumen hibrida antara teologi dan ilmu pengetahuan. Dan ketiga, berpikir positivisme, maksudnya tindakan manusia sepenuhnya dilatar belakangi oleh argumen yang berbasis pada ilmu pengetahuan. Auguste Comte berasumsi, di zaman modern, seluruh tindakan masyarakat akan mengacu pada berpikir positivisme.

Aksi yang dipertontonkan Rara untuk mengendalikan hujan di sirkuit Mandalika basis berpikirnya tentu bukan positivisme, melainkan teologi. Pasalnya, ditinjau dari ilmu pengetahuan alam, turun dan berhentinya hujan dilatar belakangi oleh hukum alam. Secara ringkas, Ilmu pengetahuan alam menjelaskan turun dan berhentinya hujan disebabkan oleh presipitasi uap air dari awan di atmosfer. Kemudian awan membentuk uap air dan terjadilah hujan, pada saatnya hujan akan berhenti sendiri.

Peristiwa Rara terjadi di masa modern. Peristiwa tersebut sudah barang tentu meruntuhkan teori perkembangan berpikir Auguste Comte yang berasumsi bahwa masyarakat modern basis logikanya menggunakan ilmu pengetahuan. Ya, nyatanya ilmu pengetahuan memang selalu bertumbuh, saling mematahkan untuk menghasilkan teori teori baru. Yuk, tetap skeptis untuk menemukan kebenaran dan kebijaksanaan!

Ditulis oleh:

Alumni 2004

Aku adalah angin, tidak terlihat namun dapat dirasakan, bahkan juga mampu merobohkan.

Tinggalkan Komentar

LANGGANAN

BULETIN KAMI