
MENGENANG SMA NEGERI KENDAL (part1)
SMA NEGERI KENDAL
Ketika berhenti di depan gedung walet, ingatanku menerawang ke tahun 1971 – 1973, saat aku bersama teman – temanku menempuh pendididkan di sini. Banyak kenangan indah yang sampai sekarang masih tersimpan dalam ingatanku. Gedung SMA N Kendal, berada di jalan Pemuda Nomor 58 yang merupakan salah satu dari dua jalan utama yang ada di Kendal. Ya…, Kota Kendal hanya mempunyai dua jalan besar, satunya adalah jalan Jalan Raya Kendal. SMA Kendal adalah SMA BERSTATUS NEGERI PERTAMA sekaligus SMA pertama di Kabupaten Kendal. Awalnya, tahun 1961, SMA Negeri 1 Semarang, membuka sekolah cabang atau filial di Kabupaten Kendal. Gedung SMA N KENDAL pada mulanya menempati Gedung Bhakti (sekarang menjadi Museum Juang 1945 Kabupaten Kendal) yang beralamat di Jl. Notomudigdo, Kecamatan Kota Kendal, atau berada di sebelah Timur Kantor Bupati Kendal. Namun, karena gedung tersebut kurang memenuhi Syarat, pada 2 Oktober 1961 dipindahkan ke gedung bekas asrama SGB (Student Government Board ), Kendal di Jl. Pemuda No. 58. Atas kerja keras Panitia Pendiri, pada 1 Agustus 1961, SMA Negeri Kendal mendapat status negeri dari pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Setelah mendapat status negeri, SMA Kendal melepaskan diri dari status sekolah cabang SMA Negeri 1 Semarang pada 5 Oktober 1961. Hingga saat ini, tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun SMA Negeri Kendal.
Gedung SMA N Kendal merupakan bangunan tua yang lumayan besar. Bagian depan merupakan halaman yang digunakan untuk upacara. Pada halaman bagian depan juga terdapat lapangan volley ball sederhana, berupa tiang volley dari bambu yang dapat dicabut dengan pembatas dari batu bata. Sebelah kanan dari bangunan terdapat halaman yang cukup luas yang dipergunakan untuk olahraga. Disitu juga dibuat lapangan basket yang sederhana pula, ada pembatas lapangan sesuai ukuran lapangan basket dan dua menara untuk ring nya. Lapangannya masih berupa tanah yang di tumbuhi rumput tidak rata. Jadi tidak heran kalau lagi “dribbling” bolanya lari kemana-mana. Bagian belakang dari gedung utama dibuat beberapa ruang kelas yang bersambungan dengan gedung utama. Di depannya, terdapat tempat parkir sepeda. Pada saat itu kendaraan yang diperbolehkan hanya sepeda.
Di bagian belakang sekolahan terdapat kantin yang dikelola oleh Jack Mun. Satu deret dengan Jack Mun terdapat WC yang sangat sederhana. Pada halaman bagian belakang terdapat cukup banyak tanaman kelapa dan pisang.
Gedung SMA N Kendal disekat dalam beberapa ruangan, paling tidak terdapat 14 ruangan, yaitu : ruangan kepala sekolah, ruangan guru, ruang perpustakaan, ruangan tata usaha, dan ruang kelas. Untuk ruang kelas terdapat 10 ruangan yang terdiri dari : 4 ruang kelas 1 (I/1, I/2, I/3 dan I/4), 3 ruang kelas 2 (Kelas Budaya, Kelas Sosial dan Kelas IPA) dan 3 ruang kelas 3 (Kelas Budaya, Kelas Sosial dan Kelas IPA). Ruang kelas hanya merupakan sekatan papan yang tingginya hanya ¾ dari tinggi langit-langit. Luas ruangannya bergantung pada jumlah siswa. Jadi kalau ada jam kosong di ruang sebelah, pasti ributnya kedengaran.
Ruang Tata Usaha berada di bagian belakang gedung utama. Ruangannya tidak terlalu luas. Di bagian depan ruang tata usaha bergantung lonceng yang akan dipukul sama Pak Jayus setiap pergantian mata pelajaran atau waktu istirahat. Kepala Tata Usaha saat itu adalah Ibu HERI, yang tidak lain adalah Ibu nya Edy Soesilo. Ruang Tata Usaha berhadapan dengan Ruang I/3. Jika pergantian jam pelajaran atau waktu istirahat, lonceng yang digantung di depan TU dipukul sama Pak JAYUS. Teng…, teng…, teng… Suaranya mengema yang dapat di dengar seluruh kelas.
Perpustakaan yang dimiliki masih sederhana, berupa ruangan yang tidak terlalu besar di dalam gedung SMA. Buku yang tersedia pun sangat terbatas. Kebanyakan berupa buku buku sastra, seperti : Sitti Nurbaya karya Marah Rusli ; Salah Asuhan karya Abdoel Moeis; Lajar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana; Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya HAMKA); Belenggu karya Armijn Pane; Dari Ave Maria ke Jalan lain ke Roma karya Idrus. Aku masih ingat semasa kelas 1, beberapa buku sastra dijadikan buku wajib untuk di baca. Perpustakaan, memang sepi dari siswa. Jarang siswa masuk perpustakaan, kecuali dapat tugas dari bapak/ibu guru. Karena terbatasnya buku yang ada di perpustakaan, maka untuk memenuhi buku pegangan, aku terpaksa membeli buku bekas di Pasar Johar Semarang. Buku bekas tidak berarti bukunya kucel, bukunya masih bagus dengan harga yang miring. Beberapa buku pegangan yang masih aku ingat adalah : Ilmu Aldjabar Jilid I, II dan III (CJ Alders ); Ilmu Ukur Ruang (Drs. Rawuh) ; Kimia (Schermerhorn); Ilmu Ukur Segitiga (C.J Alders).
Terdapat tiga jurusan, yaitu IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), Sosial dan Budaya. Pada dasarnya pemilihan jurusan ditentukan oleh siswa, namun pada masing-masing jurusan ada persyaratannya. Pemilihan ditentukan saat kenaikan kelas 1. Jurusan IPA misalnya, pada saat kenaikan tidak boleh memiliki angka merah pada pelajaran matematika, fisika, kimia, dan biologi. (bersambung)